Jumat, 28 Mei 2010

Bentuk Selaput Dara


Oleh: Vera Farah Bararah - DetikHealth

Selaput dara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang seringkali diperbincangkan karena selalu dikaitkan dengan keperawanan. Tapi ternyata selaput dara tidak hanya terdiri dari satu bentuk saja, setidaknya ada 4 macam bentuk dari selaput dara ini.

Selaput dara merupakan bagian dari jaringan yang dalam perkembangannya bisa menghambat sebagian atau keseluruhan jalan masuk ke vagina. Beberapa ilmuwan mengungkapkan belum memiliki pemahaman yang nyata mengenai fungsi dari selaput dara ini.

Seperti dikutip dari STD.about.com, Jumat (28/5/2010) tidak setiap perempuan memiliki tipe selaput dara yang sama. Pada beberapa perempuan ada yang selaput daranya menghalangi sepenuhnya atau sebagiam lubang vagina.

Selaput dara memiliki bentuk dan derajat kelembutan serta fleksibilitas yang berbeda-beda, semua ini tergantung dari individu itu sendiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Frank H. Netter MD yang termuat dalam buku The Human Sexuality, bentuk dari selaput dara ini terbagi menjadi 4 bentuk, yaitu:
1. Annual hymen, bentuk selaput dara ini melingkari penuh lubang vagina.
2. Septate hymen, bentuk selaput dara ini ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka.
3. Cibriform hymen, bentuk selaput dara ini ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka, tapi lubang ini lebih kecil dan jumlahnya lebih banyak.
4. Introitus, pada perempuan yang sangat berpengalaman dalam hubungan seksual bisa saja lubang selaputnya membesar, namun masih menyisakan jaringan selaput dara.
Selaput dara seringkali dikaitkan dengan keperawanan seseorang, tapi sebenarnya beberapa perempuan bisa saja kehilangan selaput daranya melalui kegiatan fisik seperti bersepeda, mencoba bereksperimen seksual sejak dini atau akibat trauma.

Setiap tubuh perempuan berbeda-beda, sehingga pengalaman dan penetrasi seksualnya juga berbeda. Hal inilah yang membuat selaput dara tidak bisa menjadi patokan keperawanan seseorang.

Karena tidak selamanya selaput dara yang robek mengalami pendarahan saat berhubungan seksual, hal ini tergantung dari penetrasinya. Jika perempuan merasa rileks, terangsang dan cairan lubrikasinya keluar maka tidak akan terjadi pendarahan.

Ketika melakukan seks untuk pertama kalinya, ada perempuan yang merasa sakit pada bagian vaginanya tapi ada juga yang tidak. Perbedaan itu terletak pada seberapa banyak cairan lubrikasi yang dihasilkan dan seberapa tegang selaput dara perempuan tersebut saat bersenggama.

Saat ini dokter bedah plastik telah mengembangkan suatu prosedur yang dikenal sebagai hymenoplasty untuk menciptakan operasi selaput dara pada perempuan yang telah rusak selaput daranya.

Operasi pemulihan selaput dara ini selalu menimbulkan pro dan kontra. Namun operasi ini dapat bermanfaat bagi perempuan yang hidupnya mungkin dalam bahaya jika tidak memiliki selaput dara.

Selain itu tidak semua perempuan dilahirkan memiliki selaput dara pada vaginanya. Pada beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa bayi perempuan yang lahir tanpa memiliki selaput dara.

Rabu, 26 Mei 2010

Adolescents' experiences of being food-hypersensitive: a qualitative study

Artikel ini dimuat di: BMC Nurs. 2007; 6: 8.


Birgitta Marklund, Bodil Wilde-Larsson, Staffan Ahlstedt, and Gun Nordström

Abstract

Background
Experiencing or being at risk of adverse reactions to certain food items is a common health issue, especially among children and adolescents. Research has shown that living with the risk of food reactions and always having to take measures to avoid certain food in one's diet has a negative impact on quality of life. The aim of this study was to illuminate adolescents' experiences of being food hypersensitive.

Methods
Three focus group interviews and six individual interviews were carried out with all together 17 adolescents, 14–18 years of age, who had exclusion diets at school due to food hypersensitivity. The interviews were taped and transcribed verbatim and a qualitative content analysis was carried out.

Results
Five categories with subcategories, and one pervading theme, emerged. The categories were: Perceiving oneself as being particular, Feeling constrained,Experiencing others' ignorance, Keeping control, and Feeling it's okay. A pervading theme was conceptualised as Striving to normalise the experience of being food-hypersensitive. The adolescents regarded themselves as competent and courageous, but also described how they avoided the extra attention it implied to ask for special food considerations taken into account. Their self-conceptions were probably essential for their management of and attitude toward the hypersensitivity condition. They felt deprived, and those at risk of severe food reactions experienced insecurity and fear. Feelings of being disregarded were expressed, as well as facing unreliability and a lack of understanding from others. The continual work of constant vigilance and decision-making was described as time-consuming and frustrating. However, the adolescents also experienced considerate and supportive surroundings and were at pains to tone down the negative experiences and consequences of being food-hypersensitive.

Conclusion
Food avoidance by itself, and not only the somatic food reactions, brings about consequences with significant impacts on adolescents' lives. The findings from this study have implications for all of those who deal with adolescents who are food-hypersensitive, and not only health professionals. A deeper insight into adolescents' experiences gives an understanding which can improve the care-givers' efforts

Hepatitis C Bukan Vonis Mati Lagi


Oleh: AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Infeksi virus hepatitis C ibarat vonis mati karena sulit disembuhkan. Tapi penemuan baru memberikan harapan penyembuhan hepatitis C sehingga nantinya bukan lagi vonis mati yang didapat.

Peneliti di Australia telah mengembangkan terapi antivirus kombinasi, yang diyakini efektif menyembuhkan penyakitmematikan tersebut.

Penyembuhannya dengan kombinasi antivirus antara pegylated interferon alfa dengan ribavirin yang telah menjadi standar dalam perawatan hepatitis C kronis selama ini.

"Tingkat kesembuhan dengan terapi tersebut kini bisa ditingkatkan," kata Profesor Joe Torresi dari bagian penyakit menular di Austin Hospital, Melbourne, yang akan mempresentasikan hal itu dalam pertemuan tahunan Australian Society for Infecctious Disease di Darwin.

"Adanya antivirus dengan aksi langsung serta berbagai terapi imun yang terus berkembang membawa harapan baik, bahwa semua penderita hepatitis C di masa mendatang akan dapat disembuhkan," lanjut Profesor Joe seperti dilansir abc.net.au, Rabu (26/5/2010).

Profesor Joe mengatakan, tingkat kesembuhan tergantung jenis atau genotipe virus yang menginfeksi. Di Australia, 50 persen infeksi hepatitis C dipicu oleh genotipe 1, sementara 1/3 oleh genotipe 2 atau 3 dan sisanya oleh genotipe 4.

Pemberian terapi kombinasi tersebut menghasilkan tingkat kesembuhan yang beragam, yang dinyatakan dengan Sustained Virological Response (SVR). Pada genotipe 2 dan 3, nilai SVR 85 persen dicapai setelah pemberian terapi selama 24 pekan.

Pada genotipe 1, terapi selama 48 pekan menghasilkan nilai SVR antara 40-50 persen. Sedangkan terapi selama 4 pekan menghasilkan SVR 80 persen pada genotipe 1, dan 95 persen pada genotipe 2 dan 3.

Sementara itu penambahan antivirus dengan aksi langsung dilaporkan dapat meningkatkan efek terapi kombinasi tersebut. Uji klinis yang dibiayai oleh sebuah perusahaan obat membuktikan, pemberian Teleprevir dan Boceprivir
meningkatkan SVR pada genotipe 1 dari 40-50 persen menjadi 60-70 persen.

Jika penambahan obat pada genotipe 1 mampu meningkatkan SVR hingga 20 persen, maka Torresi menaruh harapan besar pada pengembangan terapi tersebut. Ia yakin terobosan tersebut juga dapat memberikan peningkatan SVR hingga 75-95 persen pada seluruh pasien hepatitis C.

"Bentuk terapi yang lain juga dikembangkan, antara lain pemberian imunoterapi yang meliputi vaksin dan obat-obatan untuk menutup pintu masuknya virus ke dalam sel hati," ungkap Torresi.

Austin Hospital saat ini juga tengah melakukan uji klinis secara independen terkait terapi kombinasi antivirus tersebut. Torresi yang juga terlibat dalam riset tersebut menegaskan, kali ini tidak ada perusahaan obat yang mendanainya.

Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.

Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun ada juga gejala-gejala di bawah ini ada yang mungkin samar seperti: Lelah, Hilang selera makan, sakit perut, urine menjadi gelap, Kulit atau mata menjadi kuning (disebut 'jaundice') jarang terjadi.

Banyak Tahi Lalat Memperlambat Penuaan


Oleh: Merry Wahyuningsih - DetikHealth

Orang yang punya banyak tahi lalat mungkin sedikit merasa tidak nyaman karena tahi lalat merusak kemulusan kulitnya. Tapi sebenarnya punya banyak tahi lalat adalah keberuntungan, karena tahi lalat dapat memperlambat usia dan membuat orang awet muda.

Hal ini berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan ilmuwan di Inggris, yang menunjukkan bahwa tahi lalat berhubungan dengan usia. Orang yang punya banyak tahi lalat kecil kemungkinan mengalami penyakit yang berhubungan dengan usia, seperti penyakit jantung dan osteoporosis.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan selama 10 tahun terhadap 1.800 orang kembar, peneliti dari University of London's King's College menemukan bahwa orang dengan lebih dari 100 tahi lalat akan memiliki usia biologis 6 sampai 7 tahun lebih muda ketimbang orang dengan kurang dari 25 tahi lalat.

Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Cancer Epidemiology Biomarkers & Prevention.

Peneliti memperkirakan usia dengan menggunakan panjang telomere. Telomere adalah kumpulan DNA yang ditemukan di ujung kromosom dalam semua sel dan membantu melindungi, replikasi, dan menstabilkan ujung kromosom.

Peneliti mengatakan bahwa telomere seperti ujung plastik pada tali sepatu. Telomere ini mencegah kromosom berakhir dari jumbai dan menempel satu sama lain.

Tahi lalat biasanya muncul pada masa kanak-kanak dan menghilang ketika menginjak setengah baya. Tahi lalat dapat bervariasi secara signifikan dalam jumlah maupun ukuran. Ilmuwan tidak mengetahui alasan mengapa ada perbedaan ini, bahkan juga fungsi tahi lalat itu sendiri.

"Hasil penelitian ini sangat menarik karena menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa orang dengan tahi lalat memiliki sedikit risiko peningkatan melanoma, dan di sisi lain mendapatkan manfaat dari tingkat penunda penuaan," ujar pemimpin penelitian Dr Veronique Bataille, seperti dilansir dari CBC, Rabu (26/5/2010).

Dr Bataille juga menuturkan bahwa tahi lalat memiliki sedikit kerentanan terhadap penyakit yang berhubungan dengan usia, seperti penyakit jantung dan osteoporosis. Tapi masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkonfirmasikan temuan tersebut.

Temuan ini menunjukkan orang dengan tahi lalat lebih banyak mungkin memiliki penundaan usia alias awet muda, karena orang yang banyak tahi lalat memiliki telomere yang lebih panjang dan muncul untuk dapat memperlambat jalannya usia.

Sebaliknya, orang dengan telomere lebih pendek memiliki tahi lalat lebih sedikit dan tampaknya jalannya usia akan lebih cepat, yang mungkin mempercepat penuaan.

"Kami sekarang berencana melihat lebih rinci pada gen yang mempengaruhi jumlah tahi lalat dan melihat apakah tahi lalat itu juga memperlambat proses penuaan pada umumnya. Kami akan memeriksa tingkat penuaan di kulit, otot, dan tulang dalam kelompok-kelompok orang berbeda sesuai dengan jumlah tahi lalat yang dimilikinya," ujar Tim Spector, coordinator penulis penelitian.